Jumat, 07 Oktober 2011

KONSEP PENGEMBANGAN KELURAHAN SIAGA


1.               FAKTOR KESEHATAN YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)

·         IPM mempunyai 3 indikator yakni : Indikator pendidikan (dengan mengukur angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah), Indikator kesehatan (dengan mengukur Usia Harapan Hidup) dan Indikator daya beli (dengan mengukur kemampuan daya beli masyarakat).
·         Untuk meningkatkan Usia Harapan Hidup (UHH) faktor yang mempengaruhi dan harus diintervensi yaitu AKI, AKB, AKABA dan AKK.
·         Untuk menurunkan AKI dan AKB maka harus diintervensi penyebab langsung dan penyebab tidak langsung AKI dan AKB.
·         Penyebab langsung AKI (perdarahan, infeksi, keracunan kehamilan) AKB (Aspiksi, Infeksi BBLR, lain-lain). Penyebab tidak langsung AKI dan AKB (faktor nutrisi, ekonomi, pengetahuan, 3 terlambat dan 4 terlalu).
·         Cara mengintervensi hal tersebut dipengaruhi 4 faktor berpengaruh terhadap pembangunan kesehatan berdasarkan teori L BLUM yaitu faktor pelayanan kesehatan (20%), faktor lingkungan (45%), faktor perilaku (30%) dan faktor keturunan (5%).

2.               KRONOLOGIS SIAGA DI KOTA DEPOK

·         Tahun 1996 s/d 2004 untuk menurunkan AKI dan AKB dilaksanakan melalui program Gerakan Sayang Ibu (GSI), tetapi kurang berkembang dan tidak dilaksanakan di semua kecamatan.
·         Tahun 2005 Jawa Barat mencanangkan penajaman GSI melalui pengembangan Kota Siaga dalan rangka percepatan penurunan AKI dan AKB (AKI Jabar 321,5 per 100.000 kelahiran hidup, AKB Jabar 43,38 per 1.000 kelahiran hidup, AKB Depok 38,34 per 1.000 kelahiran hidup).
·         Sampai tahun 2006 Kota Depok telah dibentuk 6 satgas siaga kecamatan, 63 satgas kelurahan siaga dan 225 RW Siaga. Tahun 2007 harus dibentuk 100% RW Siaga.
·         Tahun 2005 Siaga bertujuan untuk menurunkan AKI dan AKB (Siaga materna / siaga kesehatan ibu), tetapi sejak tahun 2007 menjadi siaga yang lebih komprehensif atau lebih lengkap dengan tujuan tidak hanya untuk kesehatan ibu dan bayi tetapi untuk kesehatah seluruh masyarakat, sehingga dengan melaksanakan siaga menjadikan masyarakat sehat (Siaga Sehat).
·         Tahun 2007, telah terbantuk 829 RW Siaga di Kota Depok.

3.               PENGERTIAN KELURAHAN / RW SIAGA

Kelurahan / RW Siaga adalah Kelurahan / RW yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawat-daruratan kesehatan secara mandiri.

4.               TUJUAN

·         Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat kelurahan tentang pentingnya kesehatan.
·         Meningkatnya kegiatan masyarakat kelurahan dalam mengantisipasi dan melaksanakan tindakan penyelamatan ibu hamil, melahirkan, nifas, bayi dan anak menuju penurunan Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Ibu.
·         Meningkatnya kegiatan masyarakat kelurahan dalam pengamatan (surveilans) penyakit / faktor-faktor resiko dan kesiapsiagaan penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana, kejadian luar biasa, wabah, dsb.
·         Meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
·         Meningkatnya sanitasi dasar (RAKSA).
·         Meningkatnya kemauan dan kemampuan masyarakat kelurahan untuk menolong diri sendiri di bidang kesehatan dengan melaksanakan upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan, akses terhadap pelayanan kesehatan, mengembangkan berbagai upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) dan sistem pembiayaan berbasis masyarakat.

5.               SASARAN

Sasaran Langsung
Wanita Usia Subur (WUS), ibu pra hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi, anggota keluarga serta seluruh masyarakat.

Sasaran Tidak Langsung
1.      Pemerintah daerah dan semua dinas, badan dan lembaga terkait di Kota Depok.
2.      Tokoh masyarakat informal dan ulama, pemuka masyarakat di tingkat kota, kecamatan, kelurahan dan RW.
3.      Institusi masyarakat di semua tingkatan seperti organisasi profesi, PKK dan organisasi kemasyarakatan lainnya (organisasi kewanitaan, organisasi kepemudaan, organisasi keagamaan, dll).

6.               INDIKATOR KELURAHAN SIAGA

6.1.      Adanya Forum Masyarakat
Suatu Kelurahan / RW dikatakan mempunyai Forum Masyarakat apabila minimal terdapat:
a.       Fasilitator Masyarakat Kelurahan.
b.      Susunan Kepengurusan Kelurahan Siaga.
c.       Jejaring Promosi Kesehatan Kelurahan.
d.      Kader Siaga.

6.2.      Adanya sarana / fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan sistem rujukannya.
Suatu Kelurahan / RW dikatakan mempunyai sarana / fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan sistem rujukannya, bila minimal terdapat :

6.3.      Adanya UKBM yang dikembangkan.
Suatu Kelurahan / RW dikatakan mempunyai UKBM yang dikembangkan bila terdapat :
a.       UKBM Posyandu, yaitu Posyandu Madya, minimal 1 Posyandu per RW atau per 100 balita.
b.      UKBM Siaga Materna, yaitu Tabulin, Donor darah Kelurahan, Angkutan ibu bersalin / ambulans kelurahan, notifikasi dan pemetaan ibu hamil / bersalin, donor darah siaga, kader penghubung.

Dalam tahap berikutnya dapat dikembangkan :
v  UKBM lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya warung obat kelurahan, upaya kesehatan gigi masyarakat kelurahan (UKGMD), Saka Bhakti Husada (SBH), Tanaman Obat Keluarga, dll.
v  Pos Kesehatan Kelurahan sebagai UKBM yang berfungsi sebagai wadah / pusat pengembangan / revitalisasi UKBM-UKBM yang ada di Kelurahan, bila dibutuhkan.

6.4.      Adanya sistem pengamatan penyakit dan faktor resiko berbasis masyarakat (surveilans berbasis masyarakat).
Suatu Kelurahan / RW dikatakan mempunyai sistem pengamatan penyakit dan faktor resiko berbasis masyarakat (surveilans berbasis masyarakat) bila terdapat :
a.       Kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan ditingkat masyarakat yang mencakup minimal 80% kegiatan, dilaporkan secara lengkap, tepat waktu (dengan periode 24 jam atau rutin / bulanan).
b.      Adanya data pemantauan wilayah setempat dan kantong-kantong resiko, yang disajikan dalam bentuk pemetaan.

Kedua hal di atas dikemas dalam “Sistem Waspada” yang mencakup :
v  Gambar tentang tanda-tanda bahaya kesehatan, faktor resiko lingkungan & perilaku yang berbahaya bagi kesehatan atau berpotensi menimbulkan masalah kesehatan dan bencana serta kegawat-daruratan, dilakukan dengan cara kampanye dan promosi melalui forum masyarakat kelurahan.
v  Sistem Notifikasi ibu hamil dan keluarga rentan / resiko serta lingkungan dan perilaku beresiko dilaksanakan dengan menggunakan formulir waspada.
v  Paparkan dan pampangkan cara pelaporannya, dibuat stiker waspada untuk setiap kepala keluarga dan pampangkan di peta waspada.
v  Dasa Wisma menjadi motor penggerak dan pelaksananya.

6.5.      Adanya sistem kesiapsiagaan penanggulangan kegawat-daruratan dan bencana berbasis masyarakat.
Suatu Kelurahan / RW dikatakan mempunyai sistem kesiapsiagaan penanggulangan kegawat-daruratan dan bencana berbasis masyarakat, bila minimal terdapat :
Adanya gladi atau simulasi bencana:
v  Minimal 1 kali setahun di daerah tidak rawan.
v  Minimal 2 kali setahun di daerah rawan bencana.

6.6.      Adanya upaya menciptakan dan terwujudnya lingkungan sehat.
Suatu Kelurahan / RW dikatakan mempunyai upaya menciptakan dan mewujudkan lingkungan sehat apabila minimal terdapat :
Gerakan masyarakat untuk memelihara / meningkatkan kualitas lingkungan yang dilaksanakan secara rutin, minimal 1 kali seminggu disetiap RT.
Contoh : K3 (Kebersihan, Keindahan dan Ketertiban), Jumsih (Jum’at Bersih dan PSN), Kegiatan Kelompok Raksa Kelurahan misalnya Kelompok Pemakai Air (Pokmair), dan sebagainya.

6.7.      Adanya upaya menciptakan dan terwujudnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Suatu Kelurahan / RW dikatakan mempunyai upaya menciptakan dan mewujudkan PHBS, apabila minimal terdapat :
a.       Pendataan dan visualisasi data PHBS rumah tangga yang diperbaharui minimal 1 kali setahun.
b.      Kegiatan Promosi PHBS minimal 1 kali sebulan.
c.       Kegiatan tindak lanjut dari hasil pendataan dan promosi PHBS.

6.8.      Adanya upaya menciptakan dan terwujudnya keluarga sadar gizi (Kadarzi).
Suatu Kelurahan / RW dikatakan mempunyai upaya menciptakan dan mewujudkan kadarzi apabila minimal terdapat :
a.       Pendataan dan visualisasi data Kadarzi setiap rumah tangga yang diperbaharui minimal 1 kali setahun.
b.      Kegiatan Promosi Kadarzi minimal 1 kali sebulan.
c.       Kegiatan tindak lanjut dari hasil pendataan dan promosi Kadarzi.

7.               STRATA KELURAHAN / RW SIAGA

Strata Pratama   Bila memenuhi 4 indikator minimal (indikator 1 sampai dengan 4).
Strata Madya     Bila memenuhi 4 indikator minimal + 2 indikator tambahan (dari indikator 5 s / d 8)
Strata Utama      Bila memenuhi 8 indikator (indikator 1 s / d 8).

8.               TINDAK LANJUT YANG HARUS DILAKUKAN OLEH KADER RW SIAGA PASKA PELATIHAN KADER SIAGA.

1.      Langkah awal
-       Melaporkan kepada Ketua RW tentang hasil pelatihan.
-       Mempelajari kembali hasil pelatihan untuk pendalaman materi.
-       Bersama pengurus RW, fasilitator siaga, kader dasawisma, dan jejaring promosi kesehatan lainnya merumuskan kegiatan yang akan dilaksanakan dan menyusun kepengurusan RW Siaga.
-       Mengadakan pebagian tugas.

2.      Langkah selanjutnya
-       Sosialisasi kepada warga masyarakat tentang RW Siaga, kegiatan yang akan dilaksanakan, peran serta masyarakat yang diharapkan dan membuat jadwal untuk kegiatan 8 indikator.
-       Melaksanakan pendataan / meindahkan hasil pendataan Keluarga Mandiri ke dalam formulir waspada.
-       Melaksanakan pendataan ibu hamil.
-       Melaksanakan notifikasi / pemasangan stiker.
-       Melaksanakan koordinasi dengan petugas, LSM, organisasi masyarakat dll untuk melaksanakan simulasi bencana dan kegawat-daruratan.
-       Melaksanakan penyuluhan, konseling, penggerakan masyarakat dll.
-       Melaksanakan pencatatan kegiatan.
-       Mengadakan pertemuan rutin RW Siaga, dll.

SUSUNAN KEPENGURUSAN SATGAS KELURAHAN DAN RW SIAGA

v  Dibentuk pada saat pertemuan tingkat kelurahan / RW.
v  Kepengurusan inilah yang menjadi motor penggerak kegiatan-kegiatan forum masyarakat kelurahan dan kegiatan-kegiatan siaga lainnya.
v  Dengan terbentuknya kepengurusan ini maka akan ada kegiatan masyarakat sebagai pelaksanaan siklus pemecahan masalah-masalah kesehatan kelurahan secara berkesinambungan dalam semua indikator kelurahan siaga.
v  Kepengurusan Satgas Kelurahan Siaga dan RW Siaga dianjurkan mengakomodir 8 indikator yang ada, terdiri dari :
Pembina
Ketua Pelaksana
Wakil Ketua
Sekretaris
Bendahara
Anggota :
Seksi Forum Masyarakat Kelurahan / RW
Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar
Seksi Pengembangan UKBM
Seksi Pengamatan Penyakit dan Faktor Resiko
Seksi Siaga bencana dan kegawatdaruratan
Seksi Lingkungan Sehat
Seksi PHBS
Seksi Kadarzi

Catatan:
·         Kepengurusan Satgas Siaga Kelurahan disamping terdiri dari staf kelurahan / petugas lapangan diharapkan sebagian besar individunya dari unsu PKK, LPM, Organisasi masyarakat, organisasi profesi, LSM, Tokoh masyarakat, tokoh wanita, tokoh agama, tokoh pemuda, dll. Setiap indikator agar ada yang bertangung jawab dalam melaksanakan kegiatan dan pencatatan administrasi.
·         Susunan kepengurusan diatas tidak baku, seandainya berdasarkan kebutuhan wilayah kelurahan / RW diperbolehkan apabila ada penambahan.
·         Untuk kepengurusan RW Siaga dibuat lebih sederhana disesuaikan dengan potensi SDM yang ada, penanggung jawab indikator bisa digabung, seandainya mencukupi sebaiknya terpisah.
·         Untuk memilih siapa yang menjadi Ketua dimusyawarahkan bersama.

Rabu, 05 Oktober 2011

Artikel Keperawatan dan Umum

Fraktur (patah tulang) yang sering terjadi pada lansia
poko rantau 
06 oktober 2011


Fraktur merupakan salah satu masalah musculoskeletal (tulang dan otot) yang sering terjadi pada manusia 
lanjut usia, dan fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis dianggap yang paling menyebabkan morbiditas dan disalbilitas pada lanjut usia. Pada tulisan ini, penulis akan mencoba membahas tiga jenis fraktur berdasarkan lokasinya yang sering terjadi pada lansia yaitu (1) fraktur kompresi Vertebra, (2) fraktur panggul, dan (3) fraktur pinggul
 


Fraktur ini menyebabkan sakit punggung yang merupakan gejala osteoporosis yang paling sering dijumpai. Gejala yang mungkin terjadi paling awal adalah nyeri akut pada bagian tengah sampai bagian bawah vertebra toraksika selama aktifitas harian rutin.
Focus pada perawatan fraktur kompresi akut ini adalah mengurangi gejala sesegera mungkin dengan bedrest pada posisi apapun untuk memberikan kenyamanan maksimum pada klien. Relaksan untuk otot seperti panas dan analgesic juga dapat digunakan bila ada indikasi, karena penggunaan relaksan otot jangka pendek dalam jumlah sedikit dapat mengurangi spasme otot yang sering menyertai fraktur-fraktur seperti ini.
Setelah nyeri berkurang, segerakan klien untuk mencoba bangun dari tempat tidur secara perlahan dan dengan dibantu oleh perawat. Latihan dengan bantuan ini diharapkan dapat memperbaiki deformitas postural dan dapat meningkatkan tonus otot. Selain itu klien juga harus diajarkan tentang cara mencegah ketegangan punggung dengan menghindari gerakan berputar atau pergerakan yang kuat atau membungkuk secara mendadak. Tindakan yang berhubungan dengan cara mengangkat dan membawa barang-barang juga perlu dijelaskan.

Fraktur Panggul
Klien lansia biasanya mengalami cedera ini karena terjatuh. Walaupun hanya 3% dari semua fraktur adalah fraktur panggul, tipe cidera ini diperhitungkan menimbulkan 5 sampai 20 % kematian diantara lansia akibat fraktur. Fraktur panggul adalah hal yang tidak menyenangkan karena fraktur tersebut dapat juga menyebabkan cedera intraabdomen yang serius, seperti laserasi kolon, paralisis ileum, perdarahan intrapelvis, dan ruptur uretra serta kandung kemih.

Fraktur Pinggul




Hoolbrook (1984) melaporkan bahwa 1 dari 20 klien yang berusia lebih dari 65 tahun yang baru saja dirawat di rumah sakit mengelami penyembuhan dari fraktur pinggul, dan pada klien yang berasal dari panti werda, 70% tidak bertahan hidup 1 tahun, hanya sepertiga dari klien yang dapat bertahan hidup setelah mengalami fraktur pinggul dapat kembali ke gaya hidup dan tingkat kemandirian yang dapat dibandingkan dengan kondisi sebelum klien mengalami fraktur tersebut.
Antara 75 dan 80% dari semua fraktur tulang pinggul mempengaruhi wanita, dan hampir setengahnya terjadi pada seseorang yang berusia 80 tahun atau lebih. Manifestasi klinis dari fraktur tulang pinggul ini adalah rotasi eksternal, pemendekan ekstremitas yang terkena, dan nyeri berat serta nyeri tekan di lokasi fraktur.
Penatalaksanaan
Perawat harus mewaspadai faktor-faktor praoperasi dan pascaoperasi yang jika tidak dikenali dapat menjadi faktor penentu yang berdampak kurang baik terhadap klien.
Praoperasi
Perawat harus mengajarkan klien untuk melatih kaki yang tidak mengalami cidera dan kedua lengannya. Selain itu sebelum dilakukan operasi klien harus diajrakna menggunakan trapeze yang dipasangkan di atas tempat tidur dan di sisi pengaman tempa tidur yang berfungsi untuk membantunya dalam mengubah posisi, klien juga perlu mempraktikan bagaimana cara bangun dari tempat tidur dan pindah ke kursi.
Pascaoperasi
Perawat memantau tanda vital serta memantau asupan dan keluaran cairan, mengawasi aktivitas pernapasan, seperti napas dalam dan batuk, memberikan pengobatan untuk menghilangkan rasa nyeri, dan mengobservasi balutan luka terhadap tanda-tanda infeksi dan perdarahan. Sesudah dan sebelum reduksi fraktur, akan selalu ada resiko mengalami gangguan sirkulasi, sensasi, dan gerakan. Tungkai klien tetap diangkat untuk menghindari edema. Bantal pasir dapat sangat membantu untuk mempertahankan agar tungkai tidak mengalami rotasi eksterna. Untuk menurunkan kebutuhan akan penggunaan narkotika dapat menggunakan transcutaneus electrical nerve stimulator (TENS).
Untuk mencegah dislokasi prosthesis, perawat harus senantiasa menggunakan 3 bantal diantara tungkai klien ketika mengganti posisi, pertahankan bidai abductor tungkai pada klien kecuali pada saat mandi, hindari mengganti posisi klien ke sisi yang mengalami fraktur. Menahan benda/beban yang berat pada ekstremitas yang terkena fraktur tidak dapat diizinkan kecuali telah mendapatkan hasil dari bagian radiologi yang menyatakan adanya tanda-tanda penyembuhan yang adekuat, umumnya pada waktu 3 sampai 5 bulan.
Sumber : perawatonline.com


Referensi:
Stanley, M. dan Patricia, G. B., (2002). Gerontological Nursing: A health Promotion/Protection Approach, 2nd ed.Philadelphia: F.A. Davis Company
Holbrook, TL: Specific musculoskeletal conditions. In Holbrook, TL, et al (eds): The Frequency of Occurrence, Impact and cost of Selected Musculosceletal Conditions in the United States. American Academy of Orthopedic Surgeons, Chicago, 1984